ULUMUL QUR'AN: MUNASABAH AL-QUR'AN



 

MUNASABAH AL-QUR'AN

Pengertian Munasabah Al-Qur’an

            Secara etimologi, menurut Al-Qattan (2000:137) memiliki arti al-muqabarah (kedekatan). Amin Suma (2013:236) menyebutkan bahwa kata munasabah bermakna perhubungan, pertalian, pertautan, persesuaian, kecocokan, dan kepantasan.

            Secara terminologis, memiliki banyak ungkapan, seperti yang dikemukakan oleh para tokoh. Menurut Az-Zarkasyi dalam Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an, sebagaimana dikutip oleh Rosihon Anwar (2008:82). Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami dan ketika dihadapkan pada akal, pasti akal dapat menerimanya.

Aspek-aspek Munasabah Al-Qur’an

            As-Suyuti sebagaimana dikutip oleh Rosihon Anwar (2008:84-95) menyebutkan bahwa dalam Al-Qur’an paling tidak terdiri atas tujuh aspek atau tujuh macam munasabah, yakni (1) munasabah antara surah dengan surah sebelumnya; (2) munasabah antara nama surah dengan tujuan turunnya; (3) munasabah antarbagian suatu surah; (4) munasabah antarayat yang letaknya berdampingan; (5) munasabah antar suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat di sampingnya; (6) munasabah antara fasilah (pemisah) dan isi ayat; dan (7) munasabah antara awal dan akhir surah yang sama.

Untuk memahami lebih jauh aspek-aspek munasabah yang telah diterangkan, berikut ini beberapa contoh munasabah dalam Al-Qur’an.

           1. Munasabah antara satu surah dengan surah sebelumnya

            Menurut As-Suyuti, munasabah antara satu surah dengan surah sebelumnya berfungsi untuk menerangkan atau menyempurnakan surah sebelumnya. Contohnya, surah al-Fatihah ayat 1 ada kata al-hamdulillah (segala puji bagi Allah). Menurutnya, kata ini berkorelasi atau bermasalah dengan surah Al-Baqarah ayat 152 dan 186.
فَٱذْكُرُونِىٓ أَذْكُرْكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِى وَلَا تَكْفُرُونِ
“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu, bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.”(Q.S. Al-Baqarah[2]: 152)
Description: Hasil gambar untuk al baqarah 186
            Kemudian, kalimat rabbil ‘alamin (Tuhan yang mengurus atau mengatur alam raya) yang terdapat dalam surah Al-Fatihah ayat 1 juga memiliki korelaso atau munasabah dengan surah Al-Baqarah ayat 21-22 berikut.
  Description: Hasil gambar untuk al-baqarah 21-22
Hai manusia, beribadahlah kepada Rabb-mu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah [2]:21-22)

            2. Munasabah antara nama surah dengan tujuan turunnya

            Masing-masing surah dalam Al-Qur’an memiliki tema pembicaraan yang menonjol yang berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini tercermin dalam nama surah itu sendiri. Misalnya, dalam surah Al-Baqarah yang membicarakan sapi betina, surah Al-Maidah yang membicarakan hidangan atau makan yang halal dan yang haram, surah Yuusuf yang mengisahkan Nabi Yusuf, surah Maryam yang mengisahkan Siti Maryam, surah Jin yang berbicara tentang jin.

            Dalam surah Al-Baqarah, misalnya, kita dapat lihat dalam ayat berikut, yang artinya:
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya, ‘Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.’ Mereka berkata, ‘Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?.’ Musa menjawab, ‘Aku berlindung kepada Allah sekiranya menjadi seorang dari orang-orang yang jahil.’ [67]. Mereka menjawab, ‘Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami, agar dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu?.’ Musa menjawab, ‘sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.’ [68]. Mereka berkata, ‘Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya.’ Musa menjawab, ‘Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya.’ [69]. Mereka berkata, ‘Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk.’ [70]. Musa berkata, ‘Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya.’ Mereka berkata, ‘Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya.’ Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.”[71].” (Q.S. Al-Baqarah[2]:67-71)
            Cerita tentang sapi betina dalam ayat diatas, inti pembicaraannya, yaitu kekuasaan Tuhan membangkitkan orang mati. Dengan kaa lain, surah ini terkait dengan kekuasaan Tuhan dan keimanan pada hari kemudian (Rosihon Anwar, 2008:88).

            3. Munasabah antarbagian suatu surah

            Sebagaimana telah dikemukakan bahwa antarbagian dalam Al-Qur’an pada dasarya memiliki keterkaitan, demikian halnya antarbagian dalam satu surah. Dari mulai awal surah hingga akhir surah atau ayat-ayat dalam satu surah itu sering membentuk munasabah satu sama lainnya.

            4. Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan

            Pola yang digunakan dalam munasabah ini banyak muncul dalam bentuk ta’kid (penguatan), tafsir(penjelasan) , istirad(bantahan) dan  tasydid(penegasan).

            Pola munasabah dalam bentuk ta’kid(peguatan) terlihat apabila salah satu ayat atau bagian ayat (yang sesudahnya) memperkuat makna ayat atau bagian ayat yang terletak di sampingnya. Misalnya, yang terdapat dalam surah Al-Fatihah berikut ini.
Yang artinya:
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Segala Puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.” (Q.S. Al-Fatihah:1-2)
Kalimat rabbil ‘alamin dalam ayat diatas memperkuat sifat Allah Ar-Rahman dan Ar-Rahim yang terdapat dalam ayat sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha Pemurah dan Penyayang itu adalah Tuhan yang memelihara alam.

            Pola munasabah yang menggunakan bentuk tafsir terlihat apabila suatu ayat atau bagian dari ayat tertentu ditafsirkan maknanya oleh ayat atau bagian ayat di sampingnya. Misalnya firman Allah berikut ini. Yang artinya:
Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada gaib, melaksanakan alat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Q.S. Al-Baqarah[2]:2-3). Makna muttaqin (orang-orang yang bertakwa) pada ayat kedua di tafsirkan oleh ayat ketiga, yaitu diantara termasuk orang-orang bertakwa adalah yang beriman kepada yang gaib, mendirikan sholat, dan menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah.

            Pola munasabah dalam bentuk tasydid terlihat apabila satu ayat atau bagian ayat mempertegas bagian ayat sebelumnya. Misalnya firman Allah dalam surah Al-Fatihah berikut ini.
Description: Hasil gambar untuk AL FATIHAH 6-7
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurka, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (Q.S. Al-Fatihah[1]:6-7)
            Ayat ketujuh dalam surah Al-Fatihah  adalah bentuk penegasan dari ayat keenam, yang menyebutkan jalan yang lurus. Apa yang dimaksud dengan jalan yang lurus itu? Kemudian, dipertegas dalam ayat ketujuh. Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam.

            Pola munasabah yang menggunakan istirad terlihat saat ada penjelasan lebih lanjut dari suatu ayat. Misalnya, yang terdapat dalam firman Allah swt. berikut ini. Q.S Al-A’raf[7]:26
Description: Hasil gambar untuk al-araf ayat 26

            5. Munasabah antar suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat di sampingnya

            Ayat Al-Qur’an, selain terkumpul dalam surah-surah tertentu, juga terdapat dalam kelompok-kelompok ayat yang memiliki makna tertentu pula. Bentuk munasabah seperti ini misalnya dapat kita lihat dalam surah Al-Baqarah ayat 1-20 yang mana Allah menjelaskan kebenaran dan fungsi Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertakwa. Kemudian, pada kelompok ayat berikutnya Allah menjelaskan tiga karakter atau ciri-ciri orang yang berbeda-beda, yaitu karakter orang mukmin, kafir dan munafik.

            6. Munasahab antara fasilah(pemisah) dan isi ayat

            Bentuk munasabah ini mengandung tujuan-tujuan tertentu, diantaranya untuk menguatkan makna yang terkandung dalam suatu ayat, seperti firman Allah berikut.
Description: Hasil gambar untuk al-ahzab 25
Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan orang-orang Mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa.”(Q.S. Al-Ahzab [33]: 25)
            Dalam ayat tersebut Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan bukan karena lemah, melainkan karena Allah Mahakuat dan Mahaperkasa. Jadi, maksud adanya fasilah(pemisah) di antara kedua penggalan ayat di atas adalah agar pemahaman terhadap ayat tersebut menjadi lurus dan sempurna. Tujuan lain dari fasilah adalah memberikan penjelasan tambahan, meskipun tanpa fasilah sebenarnya makna ayat sudah jelas. Misalnya, firman Allah berikut ini.
Description: Hasil gambar untuk an naml ayat 80
Sungguh, engkau tidak dapat menjadikan orang yang mati dapat mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka telah berpaling ke belakang. ”(Q.S. An-Naml[27]: 80). Kalimat iza wallau mudbirin merupakan penjelasan tambahan terhadap makna orang tuli (Rosihon Anwar,2008:93)

            7. Munasabah antara awal dan akhir surah yang sama

            Salah satu rahasia keajaiban Al-Qur’an adanya keserasian serta hubungan yang sangat erat antara awal uraian suatu surah dengan akhir uraiannya. Sebagai contoh, dikemukakan oleh Az-Zamakhsyari dan juga Al-Kirmani bahwa surah Al-Mu’minin diawali dengan
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُون” (respek Tuhan kepada orang-orang mukmin) dan di akhiri dengan (sama sekali Allah tidak menaruh respek terhadap orang-orang kafir). Dalam surah Al-Qasas, As-Sayuti melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang perjuangan Nabi Musa menghadapi Fir’aun, seperti tergambar pada awal surah, dengan Nabi Muhammad saw. yang menghadapi tekanan kaumnya, seperti tergambar pada situasi yang dihadapi oleh Musa a.s. dan Muhammad saw., serta jaminan Allah bahwa mereka akan memperoleh kemenangan.

            8. Munasabah antara penutup surah dengan awal surah berikutnya

            Misalnya, akhir surah Al-Waqi’ah ayat 96 berikut, yang artinya:
Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar.” (Q.S. Al-Waqi’ah[56]:96)
            Lalu surah berikutnya, yakni surah Al-Hadid ayat 1, yang artinya:
Apa yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah, Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (Q.S. Al-Hadid[57]:1)

Urgensi dan Kegunaan Munasabah Al-Qur’an

Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah Dapat memudahkan memahami ayat al- Qur’an terutama ayat yang tidak disertai asbab an-Nuzulnya hal karena ayat-ayat al-Qur’an satu sama lainnya mempunyai hubungan erat, dengan demikian tidak perlu lagi mencari asbab an-Nuzulnya, karena pertautan satu ayat dengan ayat lainnya sudah dapat mewakilinya.



Sumber: Suparman, Deden. Ulumul Qur’an (Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an). 2004

Post a Comment

0 Comments